Pembuktian Alat Bukti Saksi

Pembuktian Alat Bukti Saksi

Pembuktian Alat Bukti Saksi

Dalam sistem peradilan Indonesia, Pembuktian Alat Bukti Saksi memegang peranan penting dalam mengungkap kebenaran suatu perkara. Hampir seluruh pembuktian perkara pidana, selalu bersandar pada pemeriksaanketerangan saksi. Hukum acara pidana mengatur tata cara penerapan alat bukti dan keterangan saksi melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Melalui artikel ini, kita akan melihat gambaran lebih jelas mengenai keterangan saksi sebagai alat bukti yang sah, serta seberapa besar nilai kekuatan pembuktiannya.

Definisi Keterangan Saksi

Keterangan saksi merupakan salah satu alat bukti yang paling umum digunakan dalam persidangan. Saksi adalah orang yang memiliki informasi tentang perkara yang sedang diadili dan bersedia memberikan kesaksian di hadapan pengadilan

Syarat Sahnya Alat Bukti Keterangan Saksi

Agar keterangan saksi dapat dianggap sebagai bukti yang sah dan memiliki nilai kekuatan pembuktian, beberapa persyaratan berikut harus dipenuhi:

  1. Harus Mengucapkan Sumpah atau Janji

Sesuai yang tertuang dalam pasal 160 ayat (3) KUHAP mengenai hal ini, utamanya adalah sebelum saksi-saksi memberikan kesaksiannya ia wajib mengucapkan sumpah atau janji yang dilakukan menurut cara agamanya masing-masing. Lafal dari sumpah atau janji mengandung isi bahwa saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya bukan dari hasil mengada-ada. Sumpah atau janji tersebut dapat diucapkan oleh saksi setelah ia memberi keterangan. Terhadap saksi atau ahli yang tidak mengucapkan sumpah atau janji, konsekuensinya adalah alat bukti tersebut tidak dianggap sebagai alat bukti yang sah melainkan hanya sebagai keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim

  1. Keterangan Saksi yang Mempunyai Nilai Sebagai Bukti

Keterangan saksi yang memiliki nilai sebagai bukti tidak selalu memiliki nilai sebagai bukti. Keterangan yang berasal dari pendapat atau pemikiran pribadi bukanlah keterangan saksi dan hal tersebut tidak dapat digunakan sebagai bukti.

Keterangan saksi yang memiliki nilai sebagai bukti didefinisikan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Pasal 1 ayat 27 KUHAP, yaitu:

  1. Yang saksi lihat sendiri;
  2. Yang saksi dengar sendiri;
  3. Dan yang saksi alami sendiri;
  4. Serta menyebut alasan dari pengetahuannya itu.
  5. Keterangan Saksi Harus Diberikan Di Sidang Pengadilan

Dalam hal ini, Pasal 185 ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa keterangan saksi yang berisi penjelasan tentang apa yang didengarnya, dilihatnya, atau dialaminya sendiri tentang suatu peristiwa pidana hanya dapat dianggap sebagai bukti apabila diucapkan oleh saksi di pengadilan. Menurut Pasal 185 ayat (2) KUHAP, keterangan yang diberikan menurut seorang saksi saja dianggap tidak cukup (een getuige is geen getuige/satu saksi bukan saksi). Oleh karena itu, keterangan yang diberikan menurut Pasal 185 ayat (2) KUHAP harus memenuhi syarat-syarat berikut:

  1. Terdakwa harus memiliki minimal dua saksi untuk membuktikan kesalahannya;
  2. Atau, apabila saksi hanya terdiri atas satu orang saksi maka, kesaksian yang satu ini harus dicukupi atau ditambahkan dengan satu alat bukti yang lain (seperti keterangan ahli, surat, petunjuk, atau keterangan terdakwa).

Dalam acara pemeriksaan cepat, keyakinan hakim cukup didukung satu alat bukti yang sah (Pasal 184 KUHAP).

Keterangan Beberapa Saksi yang Berdiri Sendiri

Sekalipun saksi yang dihadirkan dalam proses peradilan jumlahnya telah melampaui batas minimum pembuktian, hal tersebut belum dapat menjamin keterangan mereka untuk dijadikan sebagai alat bukti yang sah dan dapat membuktikan kesalahan terdakwa. Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri dan tidak saling berkaitan tidak cukup untuk membenarkan suatu kejadian atau peristiwa tertentu. Jika keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan berhubungan satu sama lain sehingga dapat membenarkan adanya kejadian atau keadaan tertentu maka, keterangan mereka dapat digunakan sebagai bukti yang sah.

Nilai Kekuatan Pembuktian Alat Bukti Saksi

Nilai kekuatan pembuktian keterangan saksi antara lain sebagai berikut:

  1. Memiliki nilai kekuatan pembuktian bebas, yang berarti bahwa alat bukti kesaksian tidak memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna (volledig bewijskracht) atau kekuatan pembuktian yang mengikat dan menentukan. Sebagai alat bukti yang sah, alat bukti kesaksian bersifat bebas, tidak sempurna, dan tidak menentukan atau tidak mengikat.
  2. Nilai kekuatan pembuktiannya didasarkan pada keputusan hakim. Keterangan saksi tidak mengikat hakim karena merupakan bukti yang bebas dan tidak sempurna. Hakim memiliki kebebasan untuk menentukan kebenarannya dan kesempurnaannya. tergantung pada penilaian hakim apakah itu sempurna. Hakim dapat memilih untuk menerima atau menolak setiap keterangan saksi, tanpa ada keharusan untuk menerimanya.
  3. Alat bukti keterangan saksi dapat dilumpuhkan oleh terdakwa dengan alat bukti yang lain misalnya dengan keterangan ahli, alibi maupun saksi yang dapat meringankan.

Alat bukti keterangan saksi yang memenuhi syarat sah akan memberikan landasan yang kuat bagi pengadilan untuk mengambil keputusan yang tepat dan adil dalam menyelesaikan perkara pidana. Namun, penting juga untuk diingat bahwa saksi hanyalah salah satu alat bukti yang digunakan dalam sistem peradilan, dan keputusan akhir akan diputuskan berdasarkan seluruh bukti yang ada dalam perkara tersebut.

Sumber buku: “Panduan Memahami Hukum Pembuktian Dalam Hukum Perdata dan Hukum Pidana” Oleh Prof. Koesparmono Irsan, S.IK., S.H., M.M., M.B.A., & DR. Armansyah, S.H., M.H.

Jika Anda menghadapi masalah hukum atau membutuhkan bantuan dalam memahami hak dan kewajiban hukum Anda. Silakan Hubungi kami hari ini untuk konsultasi gratis dan temui bagaimana kami dapat membantu mewujudkan hak dan keadilan Anda : http://kantorpengacara-ram.com

 

Mungkin Anda Menyukai

WhatsApp chat