Pengajuan Gugatan Perceraian Pengadilan Agama oleh Istri

Pengajuan Gugatan Perceraian Pengadilan Agama oleh Istri

Pengajuan Gugatan Perceraian Pengadilan Agama oleh Istri

Bila Anda (pihak Istri) merasa bahwa perkawinan Anda tidak dapat dipertahankan lagi dan memutuskan untuk bercerai, langkah pertama yang dapat dilakukan adalah mengajukan Gugatan Perceraian. Bagi yang beragama Islam, gugatan ini dapat diajukan di Pengadilan Agama (Pasal 1 Bab I Ketentuan Umum PP No 9/1975 tentang Pelaksanaan UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan).

1. Dimana Gugatan Diajukan?

Pengajuan Gugatan Perceraian Pengadilan Agama oleh Istri, bila anda yang mengajukan gugatan perceraian, berarti anda adalah pihak Penggugat dan suami adalah Tergugat. Untuk mengajukan gugatan perceraian, anda atau kuasa hukum anda (bila anda menggunakan kuasa hukum) mendatangi Pengadilan Agama (PA) di wilayah tempat tinggal anda. Bila anda tinggal di Luar Negeri, gugatan diajukan di PA wilayah tempat tinggal suami. Bila anda dan suami anda tinggal di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama di wilayah tempat anda berdua menikah dulu, atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Pasal 73 UU No 7/89 tentang Peradilan Agama)

2. Alasan dalam Gugatan Perceraian

Alasan yang dapat dijadikan dasar gugatan perceraian anda di Pengadilan Agama antara lain:

a. Suami berbuat zina, pemabuk, pemadat, penjudi dan sebagainya;
b. Suami meninggalkan anda selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa ada ijin atau alasan yang jelas dan benar, artinya: suami dengan sadar dan sengaja meninggalkan anda;
c. Suami dihukum penjara selama (lima) 5 tahun atau lebih setelah perkawinan dilangsungkan;
d. Suami bertindak kejam dan suka menganiaya anda;
e. Suami tak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami karena cacat badan atau penyakit yang dideritanya;
f.  Terjadi perselisihan dan pertengkaran terus menerus tanpa kemungkinan untuk rukun kembali;
g. Suami melanggar taklik-talak yang dia ucapkan saat ijab-kabul;
h. Suami beralih agama atau murtad yang mengakibatkan ketidaakharmonisan dalam keluarga.

(Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam jo Pasal 19 PP No 9 tahun 1975)
3. Saksi dan Bukti

Anda atau kuasa hukum anda wajib membuktikan di pengadilan kebenaran dari alasan-alasan tersebut dengan:

  1. Salinan Putusan Pengadilan, jika alasan yang dipakai adalah suami mendapat hukuman 5 (lima tahun) atau lebih (pasal 74 UU No. 7/1989 jo KHI pasal 135).
  2. Bukti hasil pemeriksaan dokter atas perintah dari pengadilan, bila alasan Anda adalah suami mendapat cacat badan atau penyakit yang menyebabkan tak mampu memenuhi kewajibannya (pasal 75 UU 7/1989)
  3. Keterangan dari saksi-saksi, baik yang berasal dari keluarga atau orang-orang dekat yang mengetahui terjadinya pertengkaran antara anda dengan suami anda (pasal 76 UU 7/1989 jo pasal 134 KHI).

4. Surat-surat yang Harus Anda siapkan

  • Surat Nikah asli
  • Foto kopi Surat Nikah 2 (dua) lembar, masing-masing dibubuhi materai, kemudian dilegalisir dikantor pos
  • Foto kopi Akte Kelahiran anak-anak (bila punya anak), dibubuhi materai, juga dilegalisir dikantor pos
  • Foto kopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) terbaru Penggugat (istri) juga dilegalisir dikantor pos
  • Fotokopi Kartu Keluarga (KK) juga dilegalisir dikantor pos

Bila bersamaan dengan gugatan perceraian diajukan pula gugatan terhadap harta bersama, maka perlu disiapkan bukti-bukti kepemilikannya seperti sertifikat tanah (bila atas nama penggugat/pemohon), BPKB (Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor)/STNK(Surat Tanda Nomor Kendaraan) untuk kendaraan bermotor, kwitansi, surat jual-beli, dll.

Untuk itu, sangat penting untuk menyimpan surat-surat berharga yang anda miliki dalam tempat yang aman jika ingin Pengajuan Gugatan Perceraian Pengadilan Agama oleh Istri.
5. Isi Surat Gugatan 

  1. Identitas para pihak (Penggugat/Tergugat) atau persona standi in judicio, terdiri dari nama suami dan istri (beserta bin/binti), umur, tempat tinggal, hal ini diatur dalam pasal 67 (a) UU No. 7/1989. Identitas para pihak ini juga disertai dengan informasi tentang agama, pekerjaan dan status kewarganegaraan
  2. Posita (dasar atau alasan gugat), disebut juga Fundamentum Petendi, berisi keterangan berupa kronologis (urutan peristiwa) sejak mulai perkawinan anda dengan suami anda dilangsungkan, peristiwa hukum yang ada (misalnya: lahirnya anak-anak), hingga munculnya ketidakcocokan antara anda dan suami yang mendorong terjadinya perceraian, dengan alasan-alasan yang diajukan dan uraiannya yang kemudian menjadi dasar tuntutan (petitum). Contoh posita misalnya:
  • Bahwa pada tanggal…telah dilangsungkan perkawinan antara penggugat dan tergugat di…
  • Bahwa dari perkawinan itu telah lahir …(jumlah) anak bernama…, lahir di…pada tanggal…
  • Bahwa selama perkawinan antara penggugat dan tergugat sering sering terjadi perselisihan dan pertengkaran sebagai berikut…
  • Bahwa berdasarkan alasan di atas cukup bagi penggugat mengajukan gugatan perceraian…dst
  1. Petitum (tuntutan hukum), yaitu tuntutan yang diminta oleh Istri sebagai Penggugat agar dikabulkan oleh hakim (pasal 31 PP No 9/1975, Pasal 130 HIR).

Bentuk tuntutan itu misalnya:

  1. Menerima dan mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya;
  2. Menyatakan perkawinan antara penggugat dan tergugat …sah putus karena perceraian sejak dijatuhkannya putusan oleh hakim;
  3. Menyatakan pihak penggugat berhak atas hak pemeliharaan anak dan berhak atas nafkah dari tergugat terhitung sejak tanggal…sebesar Rp….per bulan sampai penggugat menikah lagi;
  4. Mewajibkan pihak tergugat membayar biaya pemeliharaan (jika anak belum dewasa) terhitung sejak….sebesar Rp….per bulan sampai anak mandiri/dewasa;
  5. Menyatakan bahwa harta berupa….yang merupakan harta bersama (gono-gini) menjadi hak penggugat…
  6. Menghukum penggugat membayar biaya perkara…dst


6. Gugatan Provisional (pasal 77 dan 78 UU No.7/89)

Sebelum putusan akhir dijatuhkan hakim, dapat diajukan pula gugatan provisional di Pengadilan Agama untuk masalah yang perlu kepastian segera, misalnya:

  1. Memberikan ijin kepada istri untuk tinggal terpisah dengan suami.
  2. Ijin dapat diberikan untuk mencegah bahaya yang mungkin timbul jika suami-istri yang bertikai tinggal serumah.
  3. Menentukan biaya hidup/nafkah bagi istri dan anak-anak yang seharusnya diberikan oleh suami;
  4. Menentukan hal-hal lain yang diperlukan untuk menjamin pemeliharaan dan pendidikan anak;
  5. Menentukan hal-hal yang perlu bagi terpeliharanya barang-barang yang menjadi harta bersama (gono-gini) atau barang-barang yang merupakan harta bawaan masing-masing pihak sebelum perkawinan dahulu.

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

WhatsApp chat