Cara Membuat Surat Gugatan dan Permohonan

Cara Membuat Gugatan dan Permohonan

Cara Membuat Surat Gugatan dan Permohonan

Surat Gugatan atau permohonan pada prinsipnya dibuat secara tertulis, namun berdasarkan Pasal 118 HIR kalau ada pihak tidak bisa baca tulis (buta huruf) gugatan/permohonan dapat diajukan secara lisan ke Ketua Pengadilan atau dilimpahkan kepada hakim untuk disusun suatu surat Gugatan/Permohonan kemudian dibacakan dan diterangkan maksud dan isinya kepada pihak kemudian ditanda tangani oleh Ketua Pengadilan atau hakim yang ditunjuk (lebih jelasnya lihat Pasal 120 HIR).

Orang yang bisa baca tulis dapat menyampaikan surat gugatan/permohonan tersendiri sesuai dengan format yang berlaku secara umum dilingkungan pengadilan, pada dasarnya format dalam penyusunan surat gugatan/permohonan terdiri dari:

  1. Pembukaan

Disetiap surat gugatan/permohonan pada dasarnya memiliki bagian awal atau yang kami sebut sebagai pembukaan, bagian awal atau pembukaan ini memuat (dituliskan) : perihal (misalnya Gugatan Waris, Gugatan Peceraian, dll), tempat dan tanggal pembuatan surat gugatan/permohonan (Misalnya: Yogyakarta, 14 April 2020), Tujuan Gugatan (Misalnya: Kepada Yth. Ketua Pengadilan Negeri Sleman).

  1. Identitas Para Pihak

Bagian identitas pada umumnya memuat identitas advokat jika yang membuat gugatan/permohonan adalah advokat, jika dibuat sendiri maka identitas para pihak yang mana meliputi: nama, usia, agama, pendidikan, pekerjaan, kewarganegaraan, golongan darah jika perlu, status jika perlu, dan alamat lengkap baik penggugat maupun tergugat agar mempermudah dalam proses pemanggilan para pihak dalam persidangan nantinya.

  1. Uraian Kejadian (Posita)

Posita atau yang sering juga disebut fundamentum petendi berisikan kejadian atau fakta-fakta yang memuat dasar suatu gugatan/permohonan diajukan atau adanya sengketa yang terjadi (recht fitum) dan hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan (rech gronden).

Hendaknya dalam membuat suatu surat gugatan/permohonan dibuatkan secara ringkas, jelas, dan terperinci mengenai dalil-dalil yang berhubungan dengan perkara. Antara posita yang satu dengan posita yang lain harus sinkron dan tidak boleh saling bertentangan. Jika Posita yang satu sama yang lain saling bertentangan akan mengakibatkan gugatan menjadi kabur atau obscur libel maka akan dieksepsi pihak lawan.

  1. Permohonan (Petitum)

Pada bagian petitum atau yang menjadi tuntutan pihak berisikan apa saja yang diminta dan yang diharpkan oleh penggugat untuk dinyatakan dalam putusan/penetapan kepada pera pihak terutama kepada tergugat/termohon dalam putusan perkara. Tuntutan yang diminta untuk diputuskan harus berdasarkan posita yang di uraikan. Tuntutan yang tidak berdasarkan posita sebelumnya mengakibatkan tuntutan tidak diterima atau tidak dikabulkan. Posita yang diuraikan ternyata tidak diajukan tuntutan maka gugatan akan menjadi sia-sia karena hakim tidak berwenang memutuskan apa yang tidak dituntut oleh para pihak yang berperkara.

Tuntutan itu sendiri terdiri dari dua hal yaitu tuntutan primair dan tuntutan subsidair. Tuntutan primair adalah tuntutan yang merupakan tuntutan terhadap gugatan pokok sedangkan tuntutan subsidair adalah tuntutan yang merupakan tuntutan altrnatif atau pengganti yang biasanya tuntutan subsidair dirumuskan dengan “Mohon putusan yang seadil-adilnya”.

  1. Penutup

Pada bagian penutup pada umumnya memuat ucapan terimakasih dan nama pihak serta di tanda tangani oleh para pihak.

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

WhatsApp chat