Alat Bukti Dalam Sengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) akan diuraikan satu persatu dibawah ini.
Surat Atau Tulisan
Pasal 101 UU PTUN, menentukan bahwa surat sebagai alat bukti terdiri atas tiga jenis, yakni akta otentik, akta dibawah tangan, dan surat –surat lain yang bukan akta.
- Akta otentik, surat yang dibuat oleh atau diahdapan pejabat umum. Akta ini dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa hukum yang tercantum didalamnya. Rumusan yang prinsipnya sama sudah diatur sebelumnya dalam pasal 1868 KUHP perdata.
Suatuakta otentik (resmi) mempunyai kekuatan mengikat dan pembuktian sempurna (vollending bewijs), artinya apabila suatu pihak mengajukan suatu akta otentik maka hakim harus menerimanya dan menganggap yang tertulis dalam akta itu benar-benar telah terjadi, sehingga hakim tidak perlu lgi memerintahkan penambahan alat bukti:
1). Sebhagai bukti yang sempurna, hanyqa berlaku bagi pihak-pihak yang berkepentingan, ahli warisnya, dan oran gyang mendapat hak darinya,sedangkan bagi pihak ketiga hanya sebagai alat bukti saja yang penilaiannya diserahkan kepada hakim.
2). Sebagai surat resmi dari pejabat, keterangan tentang apa yang dialami oleh pihak-pihak yang bersangkutan untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristwa hukum yang tercantum didalamnya.
- Akta dibawah tangan tidak dibuat dihadapan pejabat umum dan tidak mempunyai kekuatan bukti yang sempurna. Akta dibawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta otentik sepanjang tanda tangan yang ada didalamnya tidak dibantah. Dengan tidak dibantahnya tandatangan, berarti para pihak mengakui pula kebenaran yang tertulis dalam akta itu. Maka pihak yang menyangkal harus membuktikan ketidakbenaran tanda tangan yang disangkal itu.
Jika tanda tangan dibawah tangan dibantah oleh pihak lawan mengenai isi dan penandatangannya maka hakim harus memerintahkan kebenaran surat itu diselidiki. Perintah untuk menyelidiki itu di atur didalam pasal 85 ayat (4) yangt menyatakan “jika pemeriksaan tentang benarnya suatu surat menimbulkan prasangka terhadap orang yang masih hidup bahwa surat itu dipalsukan olehnya, hakim ketua sidang dapat mengirimkan surat yang bersangkutan ini kepada penyidik yang berwenang dan pemeriksaan sengketa tata usaha negara dapat ditunda dahulu sampai putusan perkara pidananya dijatuhkan.”
- Suratlain bukan akta, yakni surat yang dibuat dengan tujuan bukan untuk sebagai alat bukti, sperti berita-berita jabatan, surat dalam hubungn rumah tangga, telegram, dan lain-lain.”
Keterangan Ahli
Ketengan ahli dalam hkum acara PTUN mempunyai kedudukan yang cukup penting. Hal itu terlihat dari urutan alat bukti dan urutan proses pembuktian di persidangan. Keterangan ahli adalah pendapat orang yang diberikan dibawah sumpah dalam persidangan tentang hal yang ia ketahui menurut pengalaman dan pengetahuannya. Keterangan ahli memiliki karakteristik, yakni keterangan tentang suatu hal menurut pendapat atau keahliannya dan diberikan dibawah sumpah. Seorang yang ahli disebut dengan deskundige atau exspet.
Undang-undang memberikan batasan diman tidak semua orang dapat memberikan keterangan ahli. Pasal 102 ayat (2) menegaskan seseorang yang tidak boleh didengar sebagai saksi berdasarkan pasal 88 tidak memberikan keterangan ahli”. Kelompok yng tidak boleh memberikan keterangan saksi atau tidak boleh menjadi saksi diatur dalam pasal 88 UU PTUN berikut.
- Keluarga sedarah atau semenda menurut garis lurus keatas atau kebawah sampai deraqjat ke dua dari salah satu pihak yang bersengketa.
- Istri atau suami salah seorang pihak yang bersengketa meskipun sudah bercerai.
- Anak yang berusia tujuh belas tahun.
- Orang sakit ingatan.
Seorang ahli dapat didatangkan kepersidangan untukmemberikan keterangan karena hal berikut.
- Permintaan kedua belah pihak.
- Permintaan salah satu pihak.
- Permintaan hakim karena jabatannya.
Seorang ahli dalm persidangan harus memberi keterangan, baik dengan surat maupun lisan, yang dikuatkan melalui sumpah atau janji menurut kebenaran sepanjang pengetahuannya.
Keterangan Saksi
Kesaksian dalam UU PTUN diatur dalam pasal 86 sampai dengan pasal 94 dan serta pasal 104 yang mengatur tentang keterangan saksi yang dapat dianggap sebgai alat bukti. Pasal 104 menegaskan “ketrangan saksi dianggap sebagai alat bkti apabila keterangan itu berkenaan dengan hal yang dialami, dilihat, atau didengar oleh saksi sendiri”. Keterangan saksi sebagai alat bukti mengandung unsur-unsur berikut.
- Dialami;
- Dilihat;
- Didengar sendiri.
Dengan adanya unsur-unsur tersebut, kesaksian yang diperbolehkan dari pihak ketiga karenapihak ketiga menceritakn peristiwa. Hal ini disebut dengan testimonium de auditu. Kesaksian de auditu, pada umumnya bukanlah alat bukti dan harus dikesampingkan. Demikian juga keterangan seorang saksi tanpa didukung alat bukti lainnya, tidak dapat dibuktikan sebagai alat bukti sempurna sebagai alat bukti untuk memperkuat dalil-dalil penggugat. Terhadap kesaksian yang demikian, berlauk unsur unus tertis nulus testis, artinya satu saksi bukan saksi .
Pengakuan Para Pihak
Pengakuan adalah keterangan pihak dalam suatu sengketa, dimana ia mengakui yang dikemukakan oleh pihak lawan atau sebagian dari apa yang dikemukakan pihak lawan, dengan demikian pitlo yang dikutip oleh martiman. Pengakuan para pihka tidak dapat ditarik kembali, kecuali berdasarka alasan yang kuat dan dapat diterima oleh hakim.
Pengakuan yang diberikan tidak saja berhubungan dengan hak, tetapi juga berhubungan dengan fakta. Pengaturan dalam pasal 100 UU PTUN hanya menetapkan pengakuan sebagai alat bukti, tetapi tidak dinyatakan pengakuan mempunyai kekuatan sebagai bukti yang sempurna atau memaksa, sehingga hal itu di serahkan kepada penilai hakim.
Kekuatan sempurna (volledig bewis) bukan saja berarti mempunyai kekuatan memaksa (dwigend), namun lebih dari itu. Kekuatan sempurna bersifat kekuatan yang menentukan (beslissend). Artinya, kekuatan yang tidak memberikan kemungkinan kepada kepada pihak lain untuk mengajukan bukti lawan (tegenbewijs).
Pengetahuan Hakim
Tugs hakim adalah membuktikan terjadi atau tidaknya peristiwa, mengkuailifikasi, dan kemudian menetapkan hukumnya. hal yang perlu ditetapkan hukumnya adalah peristiwa yang harus dikualifikasi. Pasal 4 UU No. 48 tahun 2009 mengatakan bahwa pengadilan mengadili menurut hukum tanpa membeda-bedakan orang. Atas dasar itu hakim harus mengenal hukum disamping peristiwanya. Asas hukum mengatakan bahwa hakim dianggap mengetahui tentang hukum (ius curia novit).
Pengetahuan hakim adalah suatu yang diketahui dan diyakini kebenarannya. Hakim melakukan pemeriksaan perkara. Oleh karena itu, ia mendengar dan melihat segala kejadian di persidangan. Apa yang dilihat sendiri oleh hakim dipersidangan tidak perlu dibuktikan. Pada sidang (pemeriksaan ditempat) atau gerchtelijke plaatselijk onderzoek hakim dapat mengetahui sendiri tentang fakta-fakta yang terjadi. Jadi, hal itu tidak perlu dibuktikan.
Demikian penjelasan singkat mengenai Alat Bukti Dalam Sengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) lebih jelasnya Hubungi Kontak Kami.