Prosedur Pembubaran Perusahaan
Oleh: Roy Al Minfa, S.H., M.H., C.Me., CTL
Secara hukum, tata cara pembubaran perusahaan diatur dalam Bab X UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT). Penting diingat, pembubaran perseroan tidak berarti serta merta menghilangkan status badan hukum perseroan. Hilangnya status badan hukum itu baru diakui hingga selesainya proses likuidasi dan diterimanya pertanggungjawaban likuidator oleh RPUS atau Pengadilan (Pasal 143 ayat 1 UU PT). Perlu dipahami dalam Undang-Undang ini ada 6 dasar yang menyebabkan terjadinya pembubaran perseroan :
- Keputusan RUPS.
- Jangka waktu perseroan telah berakhir.
- Berdasarkan penetapan pengadilan.
- Perseroan mengalami kepailitan.
- Karena harta pailit Perseroan
- Karena dicabutnya izin usaha Perseroan
Pembubaran perseroan wajib diikuti dengan likuidasi yang dilakukan oleh likuidator dan perseroan tidak dapat melakukan kegiatan atau perbuatan hukum, kecuali kegiatan yang bertujuan untuk membereskan semua urusan perseroan dalam rangka likuidasi.
Dalam jangka paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pembubaran perseroan, likuidator wajib memberitahukan kepada semua kreditor mengenai pembubaran perseroan dengan cara mengumumkan pembubaran perseroan dalam surat kabar dan mendaftarkan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar perseroan bahwa perseroan dalam likuidasi.
Pemberitahuan dalam surat kabar memuat :
- Pembubaran Perseroan dan dasar hukumnya.
- Nama dan alamat likuidator.
- Tata cara pengajuan tagihan.
- Jangka waktu pengajuan tagihan
Berdasarkan UU PT Pasal 147 (3) jangka waktu pengajuan tagihan adalah 60 hari sejak tanggal pengumuman pembubaran perseroan. Pemberitahuan kepada Menteri wajib dilengkapi dengan bukti dasar hukum pembubaran perseroan dan pemberitahuan dalam surat kabar. Apabila belum dilaukan pemberitahuan kepada kreditor dan kepada Menteri maka pembubaran perseroan tidak berlaku untuk pihak ketiga.
Dan apabila likuidator melakukan kelalaian terhadap pemberitahuan mengenai pembubaran perseroan, baik kepada kreditor maupun kepada Menteri, maka likuidator dengan perseroan secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pihak ketiga.
Kesimpulannya:
Dalam ketentuan Pasal 142 ayat (2) UU PT, ditegaskan, bahwa pembubaran perseroan yang dilakukan berdasarkan salah satu dari keenam cara diatas, maka wajib diikuti dengan likuidasi (proses pencabutan status badan hukum perusahaan). Menariknya, memang undang-undang tidak sesuai dengan praktek yang terjadi di lapangan. Faktanya, begitu lamanya proses pengurusan likuidasi membuat banyak PT membiarkan status badan hukum perusahaannya tetap ada kendati tak lagi beroperasi dan melakukan kegiatan (dormant).