HARTA BERSAMA SETELAH PERCERAIAN

HARTA BERSAMA SETELAH PERCERAIAN

HARTA BERSAMA SETELAH PERCERAIAN

Konsekuensi atau akibat hukum perceraian terhadap harta bersama diatur dalam Pasal 37 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UUP”) yang menyatakan “Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing.” Lebih jauh daam Penjelasan Pasal 37 UU Perkawinan disebutkan bahwa “Yang dimaksud dengan “hukumnya” masing-masing ialah hukum agama, hukum adat dan hukum-hukum lainnya.”

Untuk yang beragama Islam, ada ketentuan mengenai pembagian harta bersama dalam Kompilasi Hukum Islam (“KHI”). Pasal 97 KHI mengatur “janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan”.

Pasal 126 KUHPer, harta bersama bubar demi hukum salah satunya karena perceraian. Lalu, setelah bubarnya harta bersama, kekayaan bersama mereka dibagi dua antara suami dan isteri, atau antara para ahli waris mereka, tanpa mempersoalkan dan pihak mana asal barang-barang itu (Lihat Pasal 128 KUHPer).

Selain itu, akibat perceraian terhadap gono-gini juga dapat ditentukan oleh hukum adat yang digunakan para pihak, apabila para pihak menggunakan hukum adat untuk mengatur akibat perceraian. Sehingga, segala sesuatu mengenai harta bersama diatur berdasarkan hukum adat yang berlaku masing-masing, dan tidak ada kesamaan antara masyarakat adat yang satu dan yang lainnya.

Jika tidak ada kesepakatan antara mantan suami-istri maka dibuatlah surat kesepakatan tidak perlu melalui pengadilan layaknya perceraian, karena cerai harus melalui pengadilan karena tidak dibenarkan cerai menggunakan surat kesepakatan saja. Jadi, bila tidak ada kesepakatan para pihak mengenai akibat perceraian terhadap harta bersama, hakimlah yang akan menentukan hukum apa dan mana yang akan diterapkan. Demikian 

Mungkin Anda Menyukai

WhatsApp chat