Upaya Hukum Peninjauan Kembali
Upaya Hukum Peninjauan Kembali adalah salah satu upaya hukum luar biasa yang dapat dilakukan oleh pihak tergugat maupun penggugat terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu (ditemukannya bukti baru (novum) dan/atau adanya kekhilafan/kekeliruan hakim dalam menerapkan hukumnya) yang ditentukan dalam undangundang.
Putusan yang dijatuhkan dalam tingkat terakhir dan putusan verstek serta yang tidak lagi terbuka kemungkinan untuk mengajukan perlawanan dapat ditinjau kembali permohonan orang yang pernah menjadi salah satu pihak di dalam perkara yang telah diputus dan dimintakan peninjauan kembali.
Peninjauan kembali diatur dalam beberapa peraturan MA:
- SEMA 5/1967
- PerMA 1/1969 mencabut SEMA 6/1967
- SEMA 18/1969 membekukan PerMA 1/1969
- PerMA 1/1971 mencabut PerMa 1/1969
- PerMA 1/1976 mencabut peraturan-peraturan MA mengenai peninjauan Kembali
- PerMA 1/1980 yang disempurnakan oleh PerMA 1/1982).
Dewasa ini Upaya Hukum Peninjauan Kembali diatur dalam UU No. 5 tahun 2004 Pasal 66.
Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan secara tertulis maupun lisan oleh para pihak sendiri (ayat 1) kepada MA melalui Ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam ungkat pertama. Permohonan peninjauan kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan dan dapat dicabut selama belum diputus serta hanya dapat diajukan hanya satu kali saja. MA memutus permohonan peninjauan kembali pada tingkat pertama dan terakhir. Selanjutnya dalam waktu 14 hari setelah Ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama menerima permohonan peninjauan kembali, panitera mengirimkan salinan permohonan kepada pihak lawan.
Adapun alasan-alasan Upaya Hukum Peninjauan Kembali adalah:
- Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipa muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya dipunun atau berdasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu
- Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan
- Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih daripada yang dituntut
- Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya
- Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama, atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan sat dengan yang lain
- Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.
Sumber: Sudikno Mertokusumo (2010). HUKUM ACARA PERDATA INDONESIA. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.
Jika Anda memiliki masalah hukum, sangat disarankan untuk mencari bantuan dari seorang profesional hukum atau pengacara yang dapat memberikan nasihat hukum yang sesuai dengan keadaan Anda. Mereka memiliki pengetahuan dan pengalaman untuk memberikan panduan hukum yang tepat sesuai dengan peraturan dan norma hukum yang berlaku. Jangan ragu untuk menghubungi praktisi hukum yang sah untuk membahas permasalahan hukum Anda. http://kantorpengacara-ram.com