Pidana selalu dirumuskan dalam bentuk kalimat. Dalam kalimat itu mengandung Unsur Tindak Pidana yang disebut kompleksitas. Unsur Tindak Pidana itu kemudian membentuk suatu pengertian hukum dari suatu jenis pidana tertentu. Jika suatu perbuatan tidak memenuhi kompleksitas unsur tersebut, perbuatan itu bukanlah tindak pidana. Demikian ketika membicarakan suatu pidana di saat bersamaan juga akan membahas unsur-unsur mengenai pidana.
Adami Chazawi menyebutkan bahwa apabila sekian banyak rumusan pidana diteliti secara cermat, dapat disimpulkan terdapat sebelas unsur yang dirumuskan dalam ketentuan undang-undang:
- tingkah laku atau unsur perbuatan yang dilarang:
- mengenai objek hukum tindak pidana;
- mengenai kualitas tertentu subjek hukum tindak pidana;
- kesalahan;
- sifat melawan hukum perbuatan;
- akibat konstitutif;
- keadaan yang menyertainya;
- syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana;
- syarat tambahan untuk dapatnya dipidana;
- syarat tambahan untuk memperberat pidana;
- syarat tambahan yang memperingan pidana
Menurut Lamintang, pada umumnya setiap tindak pidana dapat dijabarkan ke dalam dua unsur, yaitu unsur-unsur subjektif dan unsur-unsur objektif. Unsur subjektif adalah unsur yang melekat pada diri pelaku atau yang berhubungan dengan diri pelaku, dan termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Adapun, yang dimaksud dengan unsur objektif adalah unsur yang ada hubungannya dengan keadaan, yaitu dalam keadaan mana tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan.
Unsur subjektif dari suatu tindak pidana terdiri atas sebagai berikut:
- Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa)
- Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging sebagaimana diatur pada Pasal 53 ayat (1) KUHP;
- Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat dalam kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan, dan lain-lain;
- Merencanakan terlebih dahulu sebagaimana diatur dalam pidana pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP);
- Perasaan takut atau vress seperti dalam rumusan Pasal 308 KUHP.
Unsur objektif, terdiri atas sebagai berikut:
- Sifat melanggar hukum atau wederrechtelijkheid;
- Kualitas dari si pelaku, misalnya dalam hal kejahatan jabatan itu dilakukan oleh “pegawai negeri”.
Dari pembagian di atas, hemat penulis, unsur subjektif merupakan sikap batin yang berasal dari dalam diri pelaku pada saat melakukan kejahatan. Adapun, unsur objektif merupakan perbuatan atau tingkah laku sebagai perwujudan secara konkret terhadap apa yang ada dalam pikirannya (sikap batin). Sumber: Apriyanto Nusa, darmawati (2022). POKOK – POKOK HUKUM PIDANA . Malang: Setara Press.
Jika Anda memiliki masalah hukum, sangat disarankan untuk mencari bantuan dari seorang profesional hukum atau pengacara yang dapat memberikan nasihat hukum yang sesuai dengan keadaan Anda. Mereka memiliki pengetahuan dan pengalaman untuk memberikan panduan hukum yang tepat sesuai dengan peraturan dan norma hukum yang berlaku. Jangan ragu untuk menghubungi praktisi hukum yang sah untuk membahas permasalahan hukum Anda.
Jalan Rejowinangun 420E, Kotagede, Kota Yogyakarta WA / SMS / Telp : 0852-2892-6767 Instagram : kantorpengacara_ram Website http://kantorpengacara-ram.com