Tata Cara dan Alasan Pengajuan Pembatalan Perkawinan
Pembatalan perkawinan merupakan upaya yang dapat dilakukan oleh pihak tertertentu setelah dilangsungkannya perkawinan karena tidak dipenuhinya syarat-syarat perkawinan yang dapat mengakibatkan batalnya perkawinan atau dapat dibatalkannya perkawinan yang telah dilangsungkan tersebut melalui putusan pengadilan.
Alasan pembatalan Perkawinan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, adalah sebagai berikut:
- Syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan tidak terpenuhi (Lihat Pasal 21 ayat (3) UU No. 1 Tahun 1974 Jo. Pasal 69 ayat (3) Kompilasi Hukum Islam). Sebagaimana yang diatur dalam Bab II tentang syarat-syarat Perkawinan Pasal 6 sampai dengan Pasal 12 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dalam Kompilasi Hukum Islam Bab IV tentang Rukun dan Syarat Perkawinan Pasal 14 sampai dengan Pasal 29, dan Bab VI tentang Larangan Perkawinan Pasal 39 sampai dengan Pasal 44.
- Perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum. (Lihat Pasal 27 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan).
- Perkawinan terjadi salah sangka mengenai diri suami atau istri. (Lihat Pasal 27 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan).
Alasan pembatalan Perkawinan sebagaimana yang diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), dapat diajukan di pengadilan dengan dasar:
- Suami melakukan perkawinan, sedangkan ia tidak berhak melakukan akad nikah karena sudah mempunyai 4 (empat) orang istri, sekalipun salah satu dari keempat istrinya itu dalam iddah talak raj’i;
- Seseorang menikahi bekas istrinya yang telah di li’an-nya;
- Seseorang menikahi bekas istrinya yang pernah dijatuhi talak 3 (tiga) kali olehnya, kecuali bila bekas istri tersebut pernah menikah dengan pria lain yang kemdian bercerai lagi ba’da ad-dukhul dari pria tersebut dan telah habis masa iddahnya;
- Perkawinan dilakukan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah, semenda, dan sesusuan sempai derajat tertentu yang menghalangi perkawinan menurut Pasal 8 UU No. 1 Tahun 1974, yaitu 1). Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah atau ke atas, 2). Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seseorang dengan saudara tua, dan antara seseorang dengan saudara neneknya, 3). Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu, dan ibu atau ayah tiri, 4). Berhubungan sesusuan, yaitu orang tua sesusuan, anak sesusuan, saudara sesusuan, dan bibi atau paman sesusuan.
- Istri adalah saudara kandung atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri atau istri-istrinya.
Perkawinan dapat dibatalkan karena:
- Seorang suami melakukan poligami tanpa izin pengadilan agama;
- Perkawinan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih menjadi istri pria lain yang mafqud;
- Perempuan yang dikawini ternyata masih dalam iddah dari suami lain;
- Perkawinan yang melanggar batas usia perkawinan, sabagaimana yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-Undangan;
- Perkawinan yang dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak berhak;
- Perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan;