Pengacara Kasus Warisan Jogja

Pengacara Kasus Warisan Jogja/Yogyakarta, Sleman, Bantul, Wates / Kulon Progo dan Wonosari / Gunung Kidul dan sekitarnya.

Pengacara Kasus Warisan Jogja

Masalah warisan kerap sekali menjadi sengketa setelah Pewaris meninggal dunia, ada beberapa hal yang menjadi penyebab terjadi sengketa warisan, misalnya sala satu ahli waris merasa tidak adil, salah satu ahli waris merasa membeli, atau bahkan ada ahli waris yang sengaja menguasai semua warisan dari pewaris. Jika terjadi sengketa warisan langkah pertama yang dapa dilakukan adalah dengan menyelesaikan secara kekeluargaan agar kekeluargaan ini tetap terjaga, jangan sampai karena warisan sebuah keluarga terpecah belah sehingga hal ini sangat disayangkan dan tentu juga tidak diinginkan oleh si pewaris sebelum meninggal dunia.

Namun sekedar untuk menjadi dasar atau bahan diskusi kami berikan penjelasan bahwa pada dasarnya menurut Pasal 832 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”), yang berhak menjadi ahli waris adalah para keluarga sedarah, baik sah maupun luar kawin dan si suami atau isteri yang hidup terlama.

Sebagaimana pernah dijelaskan oleh Irma Devita Purnamasari, S.H., M.KN. dalam artikel Empat Golongan Ahli Waris Menurut KUH Perdata, yang berhak mewaris ada empat golongan besar, yaitu:

1.    Golongan I: suami/isteri yang hidup terlama dan anak/keturunannya (Pasal 852 KUHPerdata).

2.    Golongan II: orang tua dan saudara Pewaris

3.    Golongan III: Keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu pewaris

4.    Golongan IV: Paman dan bibi pewaris baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu, keturunan paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung dari pewaris, saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya, sampai derajat keenam dihitung dari pewaris.

Melihat pada ketentuan di atas, maka ayah Anda sebagai ahli waris golongan I berhak untuk mendapatkan warisan dari kakek Anda. Jika ayah Anda telah meninggal terlebih dahulu sebelum kakek Anda meninggal, maka Anda sebagai keturunan dari ayah Anda akan bertindak sebagai pengganti dari ayah Anda sebagaimana diatur dalam Pasal 842 jo. Pasal 841 KUHPer. Lebih lanjut mengenai penggantian, dapat dibaca dalam artikel Tersisa Menantu dan Cucu, Siapa Berhak Mewaris Bila Kakek Meninggal?

Sebagai pengganti dari ayah Anda, Anda mempunyai hak untuk menggugat atas bagian yang seharusnya didapatkan oleh Anda sebagai pengganti ayah Anda. Ini sebagaimana diatur dalam Pasal 834 jo. Pasal 835 KUHPer:

 Pasal 834 KUHPer:

Ahli waris berhak mengajukan gugatan untuk memperoleh warisannya terhadap semua orang yang memegang besit atas seluruh atau sebagian warisan itu dengan alas hak ataupun tanpa alas hak, demikian pula terhadap mereka yang dengan licik telah menghentikan besitnya.

 Dia boleh mengajukan gugatan itu untuk seluruh warisan bila ia adalah satu-satunya ahli waris, atau hanya untuk sebagian bila ada ahli waris lain. Gugatan itu bertujuan untuk menuntut supaya diserahkan apa saja yang dengan alas hak apa pun ada dalam warisan itu, beserta segala penghasilan, pendapatan dan ganti rugi, menurut peraturan-peraturan yang termaktub dalam Bab III buku ini mengenai penuntutan kembali hak milik.

 Pasal 835 KUHPer:

Tuntutan itu menjadi lewat waktu dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun, terhitung dari hari terbukanya warisan itu.

Berbeda lagi jika pada saat kakek Anda meninggal, ayah Anda masih hidup dan muncul sebagai salah satu ahli waris, akan tetapi ayah Anda tidak menggugat bagian yang seharusnya menjadi miliknya, yang mana 12 tahun kemudian ia meninggal dunia. Dalam hal ini, Anda tidak bisa bertindak sebagai pengganti dari ayah Anda, karena orang yang masih hidup pada saat warisan terbuka (pada saat pewaris meninggal dunia) tidak dapat digantikan (Pasal 847 KUHPer).

 Pasal 847 KUHPer:

Tak seorang pun boleh menggantikan orang yang masih hidup.

Ini berarti Anda tidak dapat menggantikan ayah Anda untuk melakukan gugatan atas bagian yang seharusnya menjadi milik ayah Anda. Akan tetapi, jika selama 12 tahun itu ayah Anda belum menerima atau menolak warisan dari kakek Anda, maka Anda sebagai ahli warisnya berhak sebagai penggantinya untuk menerima atau menolak warisan tersebut (Pasal 1051 KUHPer).

 Pasal 1051 KUHPer:

Bila seseorang yang ke tangannya telah jatuh suatu warisan, meninggal tanpa menolak atau menerima, maka para ahli warisnya berwenang sebagai penggantinya untuk menerima atau menolak, dan ketentuan-ketentuan pasal yang lalu berlaku terhadap mereka.

J. Satrio, S.H. dalam buku Hukum Waris (hal. 334) mengatakan bahwa apabila seorang yang terpanggil untuk menjadi ahli waris, sebelum ia menyatakan sikapnya terhadap warisan, meninggal dunia, maka hak untuk menerima ataupun menolak warisan beralih kepada para ahli warisnya.

Lebih lanjut, J. Satrio mencontohkan:

Pada waktu P meninggal A masih ada, tetapi sebelum A menentukan sikapnya terhadap warisan P, A meninggal. B sebagai ahli waris A mengoper hak A untuk menentukan sikapnya terhadap warisan P. Ia dapat menerima atau menolaknya. Tetapi perhatikan: B mengoper hak-hak A terhadap P sebagai ahli waris dari ayahnya (A). Jadi B baru mengoper hak A kalau B menerima warisan A. Kalau ia menolak warisan A, maka hak menentukan sikap (dari ayahnya, A) tidak beralih kepada B. (sumber: hukumonline.com)

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

WhatsApp chat