Leasing dan Jaminan Fidusia
Perlu dijelaskan sebelumnya bahwa dalam dalam hukum perjanjian menganut sistem terbuka yang di dalamnya terkandung asas kebebasan berkontrak yaitu para pihak bebas membuat perjanjian yang berisi apa saja asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan, bahkan para pihak boleh menyimpangi pasal-pasal pada hukum perjanjian (buku III KUHPerdata) selama para pihak menentukannya dalam perjanjian. Juga berlaku asas pacta sun servanda yaitu bahwa perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.
Sewa Guna Usaha (Leasing)
Leasing berasal dari kata lease atau to lease yang artinya sewa atau untuk menyewakan karena memang tujuan dari perjanjian ini adalah untuk menyewakan suatu barang, namun karena kebutuhan dan perkembangan dunia bisnis leasing yang awalnya merupakan perjanjian dengan bentuk sewa menyewa berubah arti menjadi sewa guna usaha.
Adapun para pihak dalam leasing adalah Perusahaan Pembiayaan sebagai lessor dan Penyewa Guna Usaha (yang membutuhkan barang modal) baik individu ataupun perusahaan tertentu sebagai lessee. Penyediaan barang modal tersebut dapat dilakukan dengan cara lessor membeli barang modal tersebut dari pihak ketiga/supplier ataupun dengan mengadakan barang modal milik lessor sendiri yang akan disewagunausaha-kan kepada lessee.
Menurut Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1169/KMK.01/1991 Tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing) menyebutkan bahwa :
“Sewa Guna Usaha (leasing) adalah Kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh Lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala”
Dalam Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan disebutkan bahwa :
“Sewa Guna Usaha (leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara Sewa Guna Usaha dengan hak opsi (Finance Lease) maupun Sewa Guna Usaha tanpa hak opsi (Operating Lease) untuk digunakan oleh Penyewa Guna Usaha (Lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran”
Dari definisi-definisi tersebut di atas dapat disebutkan bahwa leasing mempunyai elemen-elemen sebagai berikut :
- Suatu Pembiayaan Perusahaan
Awal mulanya leasing dimaksudkan untuk kemudahan pembiayaan kepada perusahaan tertentu yang memerlukannya. Tetapi dalam perkembangan kemudian, bahkan leasing dapat juga diberikan kepada individu dengan peruntukan barang belum tentu untuk kegiatan usaha. Misalnya dalam praktek cukup banyak perusahaan leasing memberikan pembiayaan dalam bentuk leasing kepada seseorang untuk membeli kendaraan bermotor baik untuk keperluan bisnis atau yang lainnya.
- Penyediaan Barang Modal
Penyediaan barang modal dapat dilakukan oleh pihak ketiga/supplier ataupun diadakan oleh lessor sendiri. Barang modal tersebut dipergunakan oleh lessee untuk kegiatan usaha ataupun yang lainnya dan bentuknya bisa sangat bervariasi tergantung kebutuhan, misalnya mesin-mesin, pesawat terbang, kendaraan bermotor, dan sebagainya.
- Keterbatasan Jangka Waktu
Unsur yang penting dalam sewa guna usaha adalah adanya jangka waktu yang terbatas. Biasanya dalam kontrak leasing ditentukan untuk berapa tahun leasing tersebut dilakukan, dan setelah jangka waktu tertentu tersebut berakhir, ditentukan juga bagaimana status kepemilikan dari barang tersebut. Apabila leasing dengan hak opsi maka dalam perjanjian diatur bahwa lessee diberikan hak opsi pilihan kepada lessee untuk tetap menyewa barang modal atau membeli barang tesebut atau mengembalikan barang kepada pihak lessor, dengan harga yang telah disepakati di awal perjanjian.
- Pembayaran Kembali Secara Berkala
Lessee berkewajiban melakukan pembayaran secara berkala kepada lessor/perusahaan pembiayaan atas barang modal (baik dengan pihak ketiga atau tidak) yang penguasaan barang modal tersebut ada pada lessee. Dilihat dari segi angsuran pembayaran ini mirip seperti suatu kredit bank dengan barang modal itu sendiri sebagai agunannya.
- Hak Opsi
Hak opsi yang dimiliki oleh lessee pada akhir perjanjian leasing dapat berupa :
-
-
- Membeli barang modal
- Melanjutkan leasing
- Menyerahkan kembali barang modal kepada lessor.
-
Kedua belah pihak dapat memutuskan apakah perjanjian leasing diserati hak opsi atau tidak beserta harga beli barang modal tersebut. Apabila perjanjian tersebut disertai hak opsi pihak lessee mempunyai hak untuk membeli barang modal tersebut dengan harga yang telah ditentukan dan kepemilikan baru akan jatuh kepada pihak lesse. Namun ada perjanjian leasing tanpa hak opsi akan tetapi langsung memberikan hak kepemilikan pada lessee diakhir masa perjanjian.
- Nilai Sisa (residu)
Nilai sisa merupakan besarnya jumlah uang yang harus dibayar kembali oleh lessee kepada lessor diakhir masa berlakunya leasing. Biasanya nilai sisa sudah terlebih dahulu ditentukan dan termuat dalam perjanjian.
Macam-Macam Leasing
Pada prinsipnya leasing mempunyai dua macam yaitu dapat berbentuk operating lease (leasing dengan hak opsi) atau dapat dalam bentuk finance lease (leasing tanpa hak opsi). Meski ada bentuk lainnya perjanjian tersebut dapat digolongkan jika memenuhi kriteria sebagai berikut :
- Operating Lease
Dapat digolongkan sebagai sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating leasing) apabila memenuhi semua kriteria :
-
-
- Jumlah pembayaran leasing selama masa awal perjanjian tidak dapat menutupi/lebih kecil dari harga perolehan barang modal yang disewagunausahakan ditambah keuntungan yang diperhitungkan oleh lessor;
- Perjanjian leasing tidak memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.
-
- Finance Lease
Dapat digolongkan sebagai sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) apabila memenuhi semua kriteria :
-
-
- Jumlah pembayaran leasing selama masa awal perjanjian ditambah dengan nilai sisa barang modal/residu, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor;
- Masa leasing ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal Gol. I, 3 (tiga) tahun untuk barang modal Gol. II dan III, dan 7 (tujuh) tahun untuk Golongan bangunan;
- Perjanjian leasing harus memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.
-
Adapun beberapa bentuk perjanjian leasing adalah :
- Sales and Lease Back
Sales and lease back merupakan jenis pembiayaan yang mana barang modal sebenarnya berasal dari lessee, kemudian dibeli oleh lessor. Lalu, barang tersebut oleh lessor disewakan kembali kepada lessee untuk jangka waktu tertentu.
Leasing macam ini biasanya mengambil bentuk finance lease kerena pihak lessor yang dari awal tidak berkeinginan memiliki barang modal tersebut karenanya diberikan hak opsi pada lessee.
- Direct Lease
Direct Lease merupakan leasing di mana barangnya tidak dibeli terlebih dahulu oleh lessor dan lessee, tetapi lessor membeli suatu barang dari pihak ketiga/supplier, kemudian barang tersebut dileasingkan kepada pihak lessee. Jadi pihak lessee yang membutuhkan barang modal untuk usaha atau keperluan lainnya tetapi memerlukan bantuan pembiayaan dari pihak lessor untuk barang modal tersebut dan hak milik barang modal tersebut dijadikan sebagai jaminan hutang.
- Leveraged Lease
Leveraged lease merupakan jenis finance lese yang mana pihak yang memberikan pembiayaan sebagian adalah lessor dan selebihnya adalah pihak ketiga/Credit Provider/Debt Participant yang merupakan hasil pinjaman lessor dari pihak ketiga di mana kontrak leasing yang bersangkutan dijadikan sebagai jaminan hutangnya. Dan nantinya perjanjian leasing akan dinegoasikan antara ketiga belah pihak tersebut.
- Full Service Lease
Full Service Lease disebut juga dengan Rental Lease atau Gross Lease adalah leasing dimana pihak lessor bertanggung jawab atas pemeliharaan barang, membayar asuransi dan pajak.
Jaminan Fidusia
Dalam perjanjian leasing yang disertai dengan jaminan fidusia, hak milik atas barang modal tersebut dijadikan sebagai jaminan fidusia atas utang lesse kepada lessor yang dibayarkan secara berangsur. Jaminan fidusia tidak dapat berdiri sendiri dan merupakan jaminan ikutan (assesoir) atas perjanjian pokok dengan konsekuensi antara lain :
- Jaminan fidusia mengikuti perjanjian pokoknya, yakni perjanjian utang piutang.
- Apabila utangnya hapus atau lunas dibayar, maka fidusia hapus dan hak milik atas objek fidusia dan penguasaannya diserahkan kepada debitor.
- Apabila perjanjian pokok (utang yang dijamin dengan fidusia) beralih ke pihak lain, maka jaminan fidusia juga ikut beralih.
Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia
“Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak (baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud) dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.”
Jaminan Fidusia adalah penyerahan hak milik kepada kreditor/penerima fidusia sebagai jaminan utang dimana penguasaan dan penikmatan objek fidusia tersebut ada pada debitor/pemberi fidusia secara kepercayaan (fiduciary). Dalam bahasa indonesia terkadang fidusia disebut juga dengan istilah “penyerahan hak milik secara kepercayaan”, dalam bahasa inggris sering disebut fiduciary transfer of ownership dan dalam bahasa belanda disebut juga fiduciare eigendom overdracht.
Konsep jaminan fidusia adalah penyerahan hak milik debitor kepada kreditor secara kepercayaan, yang artinya hak milik tersebut ada pada debitor sebaga pemilik awal lalu diserahkan kepada kreditor sebagai jaminan atas hutang tersebut.
Hal tesebut ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan No. 84/PMK. 012/2006 Tentang Peruasahaan Pembiayaan yang menjelaskan bahwa dalam kegiatan sewa guna usaha baik dengan atau tanpa hak opsi, hak milik atas barang modal obyek transaksi sewa guna usaha berada pada Perusahaan Pembiayaan. Hal ini menjadi penting karena berkaitan dengan eksekusi objek jaminan fidusia apabila terjadi wanprestasi.
Peraturan lain yang berkaitan dengan leasing oleh Perusahaan Pembiayaan dengan jaminan fidusia adalah Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 29/POJK.05/2014 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan pada Pasal 21 ayat (1) menyebutkan bahwa:
“Perusahaan Pembiayaan yang melakukan pembiayaan dengan pembebanan jaminan fidusia, wajib mendaftarkan jaminan fidusia dimaksud pada kantor pendaftaran fidusia, sesuai undang-undang yang mengatur mengenai jaminan fidusia”
Dan Pasal 23 yang menyebutkan bahwa :
“Perusahaan Pembiayaan dilarang melakukan eksekusi benda jaminan apabila kantor pendaftaran fidusia belum menerbitkan sertifikat jaminan fidusia dan menyerahkannya kepada Perusahaan Pembiayaan.”
Kedudukan Perusahaan Pembiayaan dalam jaminan fidusia adalah kreditor separatis yang mempunyai hak didahulukan (droit de preference) untuk pemenuhan pelunasan hutang atas penjualan benda yang di jaminkan tersebut terhadap kreditor-kreditor lainnya. Hal tersebut juga diatur dalam Pasal 27 UU Fidusia yang berbunyi :
- Penerima Fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap kreditor lainnya.
- Hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1 ) adalah hak Penerima Fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
- Hak yang didahulukan dari Penerima Fidusia tidak hapus karena adanya kepailitan dan atau likuidasi Pemberi Fidusia.
Berkaitan dengan eksekusi jaminan fidusia dapat dilihat pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019.
Writer : MUHAMMAD RIDHO, S.H.
Referensi :
Munir Fuady, Hukum Tentang Pembiayaan Dalam Teori Dan Praktek (Leasing, Factoring, Modal Ventura, Pembiayaan Konsumen, Kartu Kredit), (Bandung: Citra Aditya Bakti), 1995.
Munir Fuady, Hukum Jaminan Utang, (Jakarta: Erlangga), 2013.
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019.
Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan.
Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1169/KMK.01/1991 Tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing)