Kasus Tindak Pidana Narkoba

Kasus Tindak Pidana NarkobaKasus Tindak Pidana Narkoba. Sepanjang tahun 2017, BNN telah mengungkap 46.537 kasus narkoba di seluruh wilayah Indonesia. “Hal ini sengaja dilakukan sebagai bentuk pertanggungjawaban kita (BNN) ke publik. Dalam kurun waktu tersebut, kita telah bertugas dan mengungkap sebanyak 46.537 kasus narkoba dan 27 TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang),” kata Kepala BNN, Komjen Budi Waseso di Gedung BNN, Jakarta Timur, Rabu (27/12). Atas pengungkapan kasus tersebut, BNN menangkap 58.365 tersangka, 34 tersangka TPPU, dan 79 tersangka yang mencoba melawan petugas ditembak mati. “Dari jumlah tersebut, 79 di antaranya tidak melewati proses pengadilan atau telah kita tembak mati. Karena mencoba melawan saat akan ditangkap. Dan hal ini sebagai bentuk keseriusan BNN dalam memerangi pengalahgunaan narkoba di Indonesia,”jelasnya.

Pasal 125 untuk kurir yang membawa Narkotika Golongan III:

  1. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana paling sedikit Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah).
  2. Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 126 untuk seseorang yang mengonsumsi Narkotika Golongan III:

  1. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan III terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golognan III untuk digunakan orang lain, dipidana, dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana paling sedikit Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
  2. Dalam hal penggunaan Narkotika terhadap orang lain atau pemberian Narkotika Golongan III untuk digunakan orang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 127 mengenai penyalahgunaan Narkotika:

  1. Setiap penyalahguna:

    a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.

    b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua ) tahun.

    c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.

  2. Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim wajib memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 103.
  3. Dalam hal penyalahgunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan Narkotika, orang yang melakukannya wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Selain hukuman untuk pembuat, pengedar dan pengguna Narkotika, Pemerintah juga membuat batasan tertentu untuk melakukan rehabilitasi bagi seseorang yang telah menajadi pecandu. Beberapa ketentuan tersebut terdapat dalam Peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 25 tahun 2011, tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika:

Pasal 1

Ayat 1. Wajib lapor adalah kegiatan melaporkan diri yang dilakukan oleh pecandu narkotika yang telah cukup umur atau keluarganya, dan / atau orang tua atau wali dari pecandu narkotika yang belum cukup umur kepada institusi penerima wajib lapor untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Ayat 3. Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis.
Ayat 4. Korban penyalahgunaa Narkotika adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan Narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/ atau diancam untuk menggunakan Narkotika.
Ayat 5. Ketergantungan Narkotika adalah kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan Narkotika secara terus menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaannya dikurangi dan/ atau dihentikan secara tiba-tiba menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas.
Ayat 6. Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan Narkotika.
Ayat 7. Rehabilitasi Sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar mantan Pecandu Narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan bermasyarakat.
Ayat 8. Keluarga adalah orang yang mempunyai hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah dan garis menyamping sampai derajat kesatu.
Ayat 9. Pecandu Narkotika belum cukup umur adalah seseorang yang dinyatakan sebagai Pecandu Narkotika dan belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan/ atau belum menikah.
Ayat 10. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Ayat 11. Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap anak.

Pasal 13, mengenai Rehabilitasi bagi pecandu Narkotika:

  1. Pecandu Narkotika yang telah melaksanakan Wajib Lapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Wajib menjalani rehabilitasi medis dan / atau rehabilitasi sosial sesuai dengan rencana rehabilitasi sebagaimana dimasud dalam Pasal 9 ayat (2) tentang hasil tes yang bersifat rahasia.
  2. Kewajiban menjalani rehabilitasi medis dan/ atau rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi Pecandu Narkotika yang diperintahkan berdasarkan;

    a. putusan pengadilan jiag Pecandu Narkotika terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika.

    b. penetapan pengadilan jika Pecandu Narkotika tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika.

  3. Pecandu Narkotika yang sedang menjalani proses peradilan dapat ditempatkan dalam lembaga rehabilitasi medis dan / atau rehabilitasi sosial.
  4. Penempatan dalam lembaga rehabilitasi medis dan/ atau rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan kewenangan penyidik, penuntut umum, atau hakim sesuai dengan tingkat pemeriksaan setelah mendapatkan rekomendasi dari Tim Dokter.
  5. Ketentuan penempatan dalam lembaga rehabilitasi medis dan / atau rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) berlaku juga bagi Korban Penyalahgunaan Narkotika.
  6. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan penempatan dalam lembaga rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan instansi terkait.

Penggolongan 3 tingkat narkotika:
A. Narkotika Golongan I
– Narkotika yang sangat berbahaya daya adiktifnya sangat tinggi dan hanya untuk pengembangan ilmu pengatahuan saja.
– Contoh: Ganja, Heroin, Kokain, dan Opium

B. Narkotika Golongan II
– Memiliki daya adiktif yang kuat, tetapi berguna dalam ilmu pengobatan dan terapi
– Contoh: Morfin, Benzetidin, Betametadol dan Petidin.

C. Narkotika Golongan III
– Memiliki daya adiktif yang kurang begitu kuat dan potensi ketergantungannya ringan sehingga banyak digunaka untuk terapi dalam ranah medis.
– Contoh: Codein, Metadon, dan Naltrexon.

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

WhatsApp chat