Memahami Esensi Hukum Pidana

Memahami Esensi Hukum Pidana

Memahami Esensi Hukum Pidana dari Perspektif Makna dan Signifikansinya

Menyelami perbedaan antara pembuktian dalam hukum acara perdata dan hukum acara pidana memerlukan pemahaman yang mendalam tentang apa sebenarnya hukum pidana. Konsep hukum pidana mengandung banyak arti yang menarik dan dapat dilihat dari berbagai perspektif, seperti maknanya, sifatnya, dan target penerapannya. Hukum pidana, atau hukum kriminal, adalah cabang hukum yang mengatur perilaku yang dianggap melanggar norma-norma yang ditetapkan oleh negara.

Dalam pengertian hukum pidana, terdapat sudut pandang yang menarik dan mengundang minat, yang meliputi:

  1. Sudut Arti/Makna: Hukum pidana merupakan sekumpulan aturan dan norma yang mengatur tindakan pidana atau kejahatan menurut pandangan negara. Di dalamnya terdapat pengaturan mengenai jenis-jenis tindakan melanggar hukum, elemen-elemen yang harus dibuktikan untuk memperkuat dakwaan, serta sanksi atau hukuman yang dapat dikenakan terhadap pelaku kejahatan.
  2. Sudut Sifat: Hukum pidana memiliki sifat yang menarik, di mana tujuannya adalah memberikan hukuman kepada pelaku kejahatan dan mencegah terjadinya tindakan melanggar hukum yang merugikan masyarakat. Hukum pidana memberikan kekuasaan kepada negara untuk menyelidiki, menuntut, dan mengadili para pelaku kejahatan.
  3. Sudut Kepada Siapa Ditujukan: Hukum pidana ditujukan kepada individu atau entitas hukum yang melakukan tindakan melanggar hukum. Pelaku kejahatan dalam hukum pidana dapat berupa individu maupun badan hukum, tergantung pada jenis kejahatan yang terjadi.

Membedakan pembuktian dalam hukum acara perdata dan hukum acara pidana ternyata melibatkan perbedaan proses yang menarik untuk dijelajahi. Hukum acara perdata mengatur prosedur dan aturan dalam persidangan perkara perdata, di mana pihak yang bersengketa berupaya membuktikan argumen mereka untuk memenangkan kasus. Prinsip “siapa yang mengajukan tuntutan harus membuktikan” menjadi dasar pembuktian dalam hukum acara perdata, di mana pihak yang mengajukan gugatan bertanggung jawab untuk menyediakan bukti yang cukup meyakinkan pengadilan.

Sementara itu, hukum acara pidana mengatur prosedur dan aturan dalam persidangan perkara pidana, di mana pihak penuntut umum berusaha membuktikan bahwa terdakwa bersalah melewati keraguan yang wajar. Dalam hukum acara pidana, prinsip “bersalah sampai terbukti” menjadi landasan bagi pembuktian, di mana pihak penuntut umum harus menyajikan bukti yang kuat untuk membuktikan kesalahan terdakwa.

Pemahaman yang mendalam tentang hukum pidana dan perbedaan pembuktian dalam hukum acara perdata dan hukum acara pidana memberikan wawasan yang menarik dan mengajak kita untuk mempelajari lebih lanjut tentang sistem hukum yang kompleks ini. Dalam menjaga ketertiban sosial dan memperjuangkan keadilan, pemahaman ini penting bagi kita semua.

  1. Pengertian Hukum Pidana dari Sudut Arti/Maknanya
    1. Dalam arti Objektif atau Ius Poenale

Yaitu sejumlah peraturan yang mengandung larangan atau keharusan, dimana dapat dibagi menjadi:

Dalam dunia hukum pidana, terdapat aspek penting yang dikenal sebagai Hukum Pidana Materiil atau Substantive Criminal Law. Hukum ini mencakup aturan-aturan yang menentukan perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum, siapa yang berhak dihukum, dan jenis hukuman yang dapat dijatuhkan bagi mereka yang melanggar peraturan atau undang-undang tersebut. Dalam istilah Van Hattum, Hukum Pidana Materiil dapat disebut sebagai “strafrecht in abstracto” yang terdapat dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), Hukum Pidana Khusus, dan peraturan pidana lain di luar KUHP.

Menariknya, semakin berkembangnya waktu, semakin banyak pula tindak pidana yang ada di luar cakupan KUHP. Hal ini terjadi karena beberapa alasan yang perlu kita pahami, yaitu:

  1. Dampak Globalisasi: Perubahan sosial yang cepat sebagai akibat dari arus globalisasi menuntut adanya antisipasi dalam bidang hukum pidana. Hal ini dilakukan dengan membentuk hukum yang memiliki sanksi pidana. Hukum ini memiliki peran ganda sebagai alat untuk menciptakan perubahan sosial (social engineering) dan sebagai kontrol sosial (social control).
  2. Modernisasi: Kemajuan di berbagai bidang membawa konsekuensi dalam bentuk dan dimensi kejahatan yang baru, yang memerlukan respons dalam bentuk hukum untuk menghadapinya. Peraturan pidana harus mampu menangani tantangan kejahatan modern ini.
  3. Pertautan dengan Bidang Lain: Semakin banyak peraturan hukum di bidang perdata, tata negara, dan terutama administrasi negara yang membutuhkan pengawasan melalui sanksi pidana agar peraturan-peraturan tersebut dipatuhi. Contohnya terlihat dalam peraturan ketenagakerjaan, agraria, kehutanan, lingkungan hidup, perbankan, perdagangan, perindustrian, pertanian, dan berbagai bidang lainnya.
    • Hukum Pidana Formal (Law of Criminal Procedure)

Hukum Pidana Formal, yang juga dikenal sebagai Hukum Acara Pidana, merupakan serangkaian peraturan yang mengatur bagaimana negara menggunakan kekuasaannya untuk menjalankan dan menegakkan hukum. Peraturan-peraturan ini biasanya tergabung dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan diimplementasikan di Indonesia melalui Undang-Undang No. 8/1981 serta perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan proses hukum pidana.

Dalam esensinya, Hukum Pidana Formal memberikan pedoman tentang bagaimana negara menangani perkara pidana. Hal ini meliputi langkah-langkah penyelidikan, penuntutan, dan pengadilan yang perlu diikuti untuk menjatuhkan hukuman kepada pelaku kejahatan. Hukum Acara Pidana ini sangat penting dalam menjaga keadilan dan melindungi hak-hak individu dalam masyarakat.

Van Hattum

Hukum Pidana Formal dikenal sebagai straf procesrecht (strafrecht in concreto) yang berisi peraturan-peraturan mengenai bagaimana Hukum Pidana Materiil dapat diterapkan secara konkret.

John E. Nowak

Menyatakan bahwa istilah prosedur pidana secara luas mengacu pada proses penyelidikan, penuntutan, dan hukuman terhadap aktivitas yang oleh masyarakat dianggap sebagai kejahatan. Dalam hal ini, dijelaskan bagaimana seorang pelaku kejahatan diselidiki, dituduh, dan diadili atas perbuatan yang dianggap sebagai kejahatan oleh masyarakat.

  1. Soesilo

Menurut R. Soesilo, Hukum Pidana Formil adalah sekumpulan peraturan yang mengatur beberapa hal berikut:

  1. Prosedur atau langkah-langkah yang harus diambil jika ada dugaan terjadinya tindak pidana.
  2. Metode untuk mencari kebenaran tentang tindak pidana yang dilakukan dan jenis tindak pidana yang terjadi.
  3. Setelah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah terjadi, siapa yang bertanggung jawab dan bagaimana cara mencari, menyelidiki, dan menyidik orang-orang yang diduga bersalah atas tindak pidana tersebut.
  4. Prosedur penangkapan, penahanan, dan pemeriksaan terhadap pelaku.

Cara pengumpulan barang bukti, pemeriksaan, penggeledahan tubuh dan tempat lainnya, serta penyitaan barang bukti untuk membuktikan kesalahan tersangka.

Proses pemeriksaan terhadap terdakwa dalam persidangan oleh hakim hingga putusan pidana dijatuhkan.

Penjatuhan pidana oleh siapa dan melalui prosedur bagaimana putusan tersebut harus dilaksanakan, dan sebagainya.

  1. Dalam Arti Subjektif Atau Ius Poeniendi

Merupakan sejumlah aturan yang mengatur hak negara untuk menghukum seseorang yang melakukan perbuatan yang dilarang. Hak untuk menghukum itu terdiri atas:

  • Hak untuk mengancam tindakan dengan hukuman, yang terutama berada di tangan negara. Ancaman hukuman ini tercermin dalam Pasal 362 KUHP, misalnya.
  • Hak untuk menjatuhkan hukuman, yang berada di tangan lembaga negara, seperti hakim.
  • Hak untuk melaksanakan hukuman, yang diemban oleh alat-alat pelaksanaan negara.

Hubungan antara Ius Poeniendi dan Ius Poenale adalah bahwa hak negara untuk menghukum bergantung pada keberadaan Ius Poenale, yaitu serangkaian tindakan yang dapat dihukum yang ditentukan dalam hukum pidana materiil.

Dengan demikian, negara tidak dapat menggunakan kekuasaannya dengan sembarangan karena dibatasi oleh Ius Poenale. Menurut Clark and Marshal, aturan-aturan perilaku yang diumumkan melalui undang-undang pidana.

Dari penjelasan di atas, terlihat bahwa kekuasaan negara untuk memidanakan atau menghukum harus didasarkan pada hukum pidana materiil, dan keberadaan hukum pidana formil atau KUHAP bertujuan untuk memastikan penerapan yang benar dan tidak sewenang-wenang dari hukum pidana materiil.

Sebagai negara hukum berdasarkan prinsip Rule of Law, tidak cukup hanya memiliki KUHAP yang menjamin hak-hak asasi manusia, tetapi juga harus memiliki kode pidana atau hukum pidana tertulis dan tidak tertulis lainnya yang sesuai dengan prinsip Rule of Law (prinsip negara hukum).

Hal ini menjadi kenyataan bahwa di beberapa wilayah di Indonesia, masih terdapat ketentuan-ketentuan hukum yang tidak tertulis yang berlaku dan diakui sebagai hukum di daerah tersebut, yang menentukan bahwa pelanggaran terhadap hukum tersebut dapat dihukum.

Sumber Memahami Esensi Hukum Pidana dari Perspektif Makna dan Signifikansinya: “Panduan Memahami Hukum Pembuktian Dalam Hukum Perdata dan Hukum Pidana” oleh Prof. Koesparmono Irsan, S.IK., S.H., M.M., M.B.A. dan DR Armansyah, S.H., M.H.

Mungkin Anda Menyukai

WhatsApp chat