Advokat Profesi Mulia / Officium Nobile

Advokat Profesi Mulia / Officium Nobile

Advokat Profesi Mulia / Officium Nobile

Dalam BAB VII, Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI) Tahun 2002 telah dijelakan bahwa, profesi Advokat merupakan profesi yang mulia (Officium Nobile) dan karenanya dalam melaksanakan tugas profesinya sebagai penegak hukum dan di pengadilan memiliki posisi sejajar dengan jaksa dan hakim dalam menagakkan hukum. Setiap advokat dalam menjalanka profesinya harus tunduk dan memperhatikan serta berada dalam perlindungan hukum sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 8 huruf a, Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI).

Setiap Advokat harus menjunjung tinggi dan setia pada Kode Etik dan Sumpah Profesi, dan pengukuhan advokat sebagai profesi yang mulia dan terhormat tidak di dapat begitu saja, melainkan dengan sebuah praktek nyata dengan melakukan pengabdian diri kepada masyarakat untuk membela hak-hak masyarakat yang tertindas dengan kata lain mengutamakan kepentingan masyarakat dibandingkan kepentingan pribadi atau kelompok. Selain itu advokat harus berperan aktif dalam penegakan hak-hak asasi manusia (HAM) didalam lingkungan masyarakat khususnya bagi masyarakat miskin.

Menurut Ari Yusuf, SH., MH dalam bukunya berjudul “Strategi Bisnis Jasa Advokat”, nilai-nilai patut dipegang teguh nilai yang terkadung didalanya, antara lain:

  1. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, ini mutlak diperlukan oleh seorang advokat. Selain itu, juga memiliki sikap ksatriadan jujur dalam memperjuangkan tegaknya supremasi hukum, memiliki nilai kebenaran, keadilan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM);
  2. Dalam menjalankan tugas profesinya senantiasa berpegang teguh pada perundang-undangan dan Kode Etik. Tujuannya tak lain agar advokat dalam bertindak mempunyai koridor yang jelas berupa prosedur, proses, mekanisme dan rule of game sehingga teratur dalam melaksanakan tugasnya;
  3. Sebagai penegak hukum maka advokat kedudukannya sejajar dengan polisi dalam proses penyidikan, sejajar dengan jaksa dalam proses penuntutan, dan sejajar dengan hakim dalam proses pengadilan. Namun begitu, harus tetap dalam koridor yang tepat, saling menghormati sebagaimana telah diatur dalam undang-undang;
  4. Bertujuan untuk meningkatkan kesadaran hukum tegaknya supremasi hukum. Selain itu, advokat harus mengutamakan penyelesaian secara damai bagi kliennya untuk mencegah kerugian (pada perkara perdata), serta bertindak menggunakan dasar hukum yang jelas, Bila seorang advokat melayani jasa dan bantuan hukum kepada klien tanpa berdasarkan hukum yang jelas, maka bisa dibilang advokat tersebut masuk kategori perbuatan melanggar/melawan hukum;
  5. Seorang advokat seharusnya berpegang teguh kepada hati nurani serta mempertimbangkan kapasitas keahlian dalam memberikan jasa dan bantuan hukum kepada kliennya. Artinya, seorang advokat mengutamakan upaya –upaya penegakan hukum, kebenaran, dan keadilan dalam menerima permintaan jasa dan bantuan hukum dari kliennya. Tetapi bukan karena dijanjikan akan memperoleh imbalan materi berupa uang dan sebagainya;
  6. Melayani permohonan jasa dan bantuan hukum dari kliennya tanpa membeda-bedakan masalah agama, kepercayaan, ras, suku, keturunan, gender, keyakinan politik, ideologi maupun kedudukan sosial-ekonomi. Hal tersebut tidak dapat dijadikan alasan bagi seorang advokat untuk menolak klien berdasarkan latar klien yang demikian. Sehebat dan sepintar apa pun advokat itu, tetap tidak mempunyai kebebasan spesial dalam menerima klien.

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

WhatsApp chat